PATROLI HUKUM.COM, Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake._ Pepatah ini _relate_ banget menggambarkan sosok Hadi Tjahjanto. Fokus bekerja dan tak banyak neko-neko.
Mungkin bagi beberapa kalangan, jarangnya Hadi Tjahjanto tampil di depan media, menyebabkan pamor TNI runtuh. Seperti opini yang ditulis seorang pengamat Haris Rusly Moti Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik (PPNP). Menurutnya kepercayaan rakyat kepada institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) runtuh di era kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto.
Jika kepercayaan publik yang menjadi dasar, maka TNI menduduki posisi lembaga dengan tingkat kepuasan publik tertinggi selama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla periode 2014-2019 menurut Survey Alvara Research Center. Survey yang rilis pada bulan Oktober 2019, memiliki margin of error sebesar 2,35 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Memang Hadi Tjahjanto tidak menggunakan jabatan panglima sebagai panggungnya untuk _show off_ di depan kamera. Merias diri atau sekadar menggoda partai politik meminangnya di pentas politik elektoral. Kesalahan terbesar seorang Hadi Tjahjanto adalah keengganannya cuap-cuap depan kamera sembari bikin gaduh dengan intrik-intrik basi politik.
Nampaknya Hadi Tjahjanto memegang erat filsafat _sugih tanpa bandha, kaya tanpa harta._ Menjadi Panglima tidak untuk mencari jabatan-jabatan lain. Menumpuk harta. Dia merasa cukup dan selesai dengan dirinya. Menjadi Panglima TNI semata-mata pengabdian demi nusa, bangsa dan negara.
_Digdaya tanpa aji,_ kekuasaan bukan juga karena mempunyai suatu aji-aji. Kekuasaan tercipta karena citra dan wibawa. Perkataannya, membuat orang lain sangat menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau mengikutinya.
Maka keliru besar jika ada yang mengatakan bahwa Panglima TNI sekarang merupakan wakil Kapolri. Wibawa dan citra TNI tetap terjaga sebagai pilar utama NKRI. Kemesraan Panglima TNI dan Kapolri justru memberikan rasa nyaman dan aman bagi segenap rakyat Indonesia. Rakyat tak perlu pusing lagi mendengar rivalitas antara kedua institusi. Spirit gotong royonglah yang lahir dari sinergi dan kebersamaan dari TNI-Polri sehingga ditiru lapisan masyarakat.
Tak hanya kesan tegas dan berwibawa, prajurit TNI di bawah nakhoda Hadi Tjahjanto semakin humanis. Tak selalu senjata yang dibawa, melainkan mentransformasikan nilai-nilai kearifan lokal dan kebudayaan dalam interaksi TNI dengan masyarakat.
Tak perlu juga menyangsikan intelektualitas Hadi Tjahjanto. Rekam jejaknya di dunia akademisi tak usah diragukan. Sejak kecil, Hadi Tjahjanto adalah anak cerdas. Sampai-sampai teman-temannya menjuluki Hadi “si otak setan”. Begitu pengakuan ayahnya, Bambang Sudarto.
“Dari penerbang pesawat angkut ringan, orang sudah melihat sebelah mata, Tapi Tuhan berkata lain,” begitu pengakuan Mantan Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama (Purn) TNI Dwi Badarmanto.
Begitulah sosok Hadi Tjahjanto yang akrab dengan _underestimate_ orang lain, tapi mampu membuktikan diri sebagai ksatria yang _nglurug tanpa bala._ Dia yang dipandang sebelah mata justru menjadi orang paling berkuasa di militer Indonesia.
Ketika berada di puncak, tidak dia gunakan kekuasaannya demi mempersiapkan karir politiknya bekal pensiun kelak. Dia pula tidak gunakan kekuasaannya untuk merendahkan orang lain yang sempat memandangnya sebelah mata. _Menang tanpa ngasorake._ Filosofi hidup tersebut yang mestinya dimiliki oleh para pejabat publik kita.(MB)
Mungkin bagi beberapa kalangan, jarangnya Hadi Tjahjanto tampil di depan media, menyebabkan pamor TNI runtuh. Seperti opini yang ditulis seorang pengamat Haris Rusly Moti Kepala Pusat Pengkajian Nusantara-Pasifik (PPNP). Menurutnya kepercayaan rakyat kepada institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) runtuh di era kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto.
Jika kepercayaan publik yang menjadi dasar, maka TNI menduduki posisi lembaga dengan tingkat kepuasan publik tertinggi selama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla periode 2014-2019 menurut Survey Alvara Research Center. Survey yang rilis pada bulan Oktober 2019, memiliki margin of error sebesar 2,35 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Memang Hadi Tjahjanto tidak menggunakan jabatan panglima sebagai panggungnya untuk _show off_ di depan kamera. Merias diri atau sekadar menggoda partai politik meminangnya di pentas politik elektoral. Kesalahan terbesar seorang Hadi Tjahjanto adalah keengganannya cuap-cuap depan kamera sembari bikin gaduh dengan intrik-intrik basi politik.
Nampaknya Hadi Tjahjanto memegang erat filsafat _sugih tanpa bandha, kaya tanpa harta._ Menjadi Panglima tidak untuk mencari jabatan-jabatan lain. Menumpuk harta. Dia merasa cukup dan selesai dengan dirinya. Menjadi Panglima TNI semata-mata pengabdian demi nusa, bangsa dan negara.
_Digdaya tanpa aji,_ kekuasaan bukan juga karena mempunyai suatu aji-aji. Kekuasaan tercipta karena citra dan wibawa. Perkataannya, membuat orang lain sangat menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau mengikutinya.
Maka keliru besar jika ada yang mengatakan bahwa Panglima TNI sekarang merupakan wakil Kapolri. Wibawa dan citra TNI tetap terjaga sebagai pilar utama NKRI. Kemesraan Panglima TNI dan Kapolri justru memberikan rasa nyaman dan aman bagi segenap rakyat Indonesia. Rakyat tak perlu pusing lagi mendengar rivalitas antara kedua institusi. Spirit gotong royonglah yang lahir dari sinergi dan kebersamaan dari TNI-Polri sehingga ditiru lapisan masyarakat.
Tak hanya kesan tegas dan berwibawa, prajurit TNI di bawah nakhoda Hadi Tjahjanto semakin humanis. Tak selalu senjata yang dibawa, melainkan mentransformasikan nilai-nilai kearifan lokal dan kebudayaan dalam interaksi TNI dengan masyarakat.
Tak perlu juga menyangsikan intelektualitas Hadi Tjahjanto. Rekam jejaknya di dunia akademisi tak usah diragukan. Sejak kecil, Hadi Tjahjanto adalah anak cerdas. Sampai-sampai teman-temannya menjuluki Hadi “si otak setan”. Begitu pengakuan ayahnya, Bambang Sudarto.
“Dari penerbang pesawat angkut ringan, orang sudah melihat sebelah mata, Tapi Tuhan berkata lain,” begitu pengakuan Mantan Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama (Purn) TNI Dwi Badarmanto.
Begitulah sosok Hadi Tjahjanto yang akrab dengan _underestimate_ orang lain, tapi mampu membuktikan diri sebagai ksatria yang _nglurug tanpa bala._ Dia yang dipandang sebelah mata justru menjadi orang paling berkuasa di militer Indonesia.
Ketika berada di puncak, tidak dia gunakan kekuasaannya demi mempersiapkan karir politiknya bekal pensiun kelak. Dia pula tidak gunakan kekuasaannya untuk merendahkan orang lain yang sempat memandangnya sebelah mata. _Menang tanpa ngasorake._ Filosofi hidup tersebut yang mestinya dimiliki oleh para pejabat publik kita.(MB)
Tags
Panglima TNI