Sparta Indonesia Mendesak Kepolsian untuk Menangkap Silvester Samun dan Abraham Yehezkibel Tsazaro


Jakarta, Patrolihukum.com– Sparta Indonesia melalui Kuasa Hukumnya Ir. Mathias J. Ladopurap, S.Kom, SH dan Abu Bakar J. Lamatapo, SH mendesak pihak Kepolisian menangkap Silvester Samun selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Abraham Yehezkibel Tsazaro selaku Kuasa Direktur PT Bahana Krida Nusantara terkait proyek mangkrak Awololong. Hal itu disampaikan Mathias J. Ladopurap dan Abu Bakar J. Lamatapo saat menggelar Konferensi Pers pada Rabu (11/12) di Lt 2 Cafe Yumakan, Kompleks Gedung PT Tempo Inti Media Harian, Tbk Jl Palmerah Barat No. 8 Jakarta.

Hadir dalam konferensi pers, Heribertus C. Tanatawa dan Paulus Pereta Keraf masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Sparta Indonesia, didampingi Penasehat Hukumnya  Ir. Mathias J. Ladopurap, S.Kom., SH., Abu Bakar J. Lamatapo, SH., sejumlah awak media baik cetak maupun media siber.

Mathias menjelaskan kasus mangkrak Awolong telah dilaporkan ke Dittipidkor (Direktorat Tindak Pidana Korupsi) Mabes Polri pada Senin, tanggal 9 Desember 2019, dengan Nomor Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan: Dumas/11/XII/Tipidkor Tanggal 9 Desember 2019. 

"Selama hampir 1 dekade kepemimpinan Bupati Lembata sekarang, nyaris semua kasus hukum tidak terselesaikan secara tuntas. Kami berharap upaya laporan ini merupakan pintu masuk untuk membuka 'kotak Pandora' kasus-kasus lain yang selama ini tidak jelas juntrung penyelesaiannya," jelasnya.

Konferensi Pers disertai dengan penyebaran Press Release Sparta Indonesia terkait proyek mangkrak Awololong di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Dalam release nya, Sparta Indonesia melalui Kuasa Hukumnya Ir. Mathias J. Ladopurap, S.Kom, SH dan Abu Bakar J. Lamatapo, SH yang salinannya diterima media pada Rabu (11/12) menjelaskan:

“Kami apresiasi dengan Pak Presiden Jokowi melalui pesannya di Hari Anti Korupsi se Dunia. Hari Anti Korupsi se Dunia mengangkat tema 'Bersama Melawan Korupsi untuk Indonesia Maju' digelar di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019). Presiden Jokowi berpesan jangan korupsi sekecil apapun, acara Peringatan Hakordia ini menjadi momentum pengingat untuk mengevaluasi dan melanjutkan gerakan antikorupsi. Pernyataan Presiden Jokowi tersebut tepat dan menjadi pemicu gerakan pihak Kepolian untuk menindak tegas pihak-pihak yang diduga melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara. 

Pernyataan Presiden Jokowi di Hari Anti Korupsi se Dunia, kami anggap sebagai kado untuk kabupaten Lembata yang mendorong semua pihak termasuk pihak Kepolisian untuk membongkar perilaku korup di Kabupaten Lembata yang berjalan masif. 

Salah satu proyek bermasalah di kabupaten Lembata adalah Proyek Pembangunan Jembatan, dan Sarana Kolam Renang  Destinasi Pariwisata Awololong Tahun Anggaran 2018 di Lewoleba, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan nilai penawaran Rp 6.891.900.000,- yang dimenangkan dan dikerjakan PT Bahana Krida Nusantara, sampai dengan PT Bahana Krida Nusantara di PHK pada tanggal 15 November 2019, realisasi fisik pekerjaan 0%. 

Sesuai Kontrak yang ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Silvester Samun, SH dan Kuasa Direktur PT Bahana Krida Nusantara Abraham Yehezkibel Tsazaro; Proyek Pembangunan Jembatan, dan Sarana Kolam Renang Destinasi Pariwisata Awololong Tahun Anggaran 2018 mulai di kerjakan tanggal 12 Oktober 2018 dan berakhir tanggal 31 Desember 2018. Sampai batas waktu tanggal 31 Desember 2018 realisasi keuangan sebesar 80% atau senilai Rp 5.513.520.000 tapi realisasi fisik 0%. Akhirnya realisasi keuangan lebih besar dari realisasi fisik.

Sesuai batas akhir pekerjaan per tanggal 31 Desember 2018, tapi per tanggal 31 Desember 2018 realisasi fisik pekerjaan masih 0% tapi realisasi keuangan sudah 80%, olehnya dilakukan adendum kontrak I, diberi perpanjangan waktu dalam adendum kontrak I sampai tanggal 31 Maret 2019. Tapi sampai dengan batas waktu adendum kontrak I tersebut realisasi fisik pekerjaan masih 0%. Dilakukan adendum kontrak II sampai tanggal 15 November 2019. Tapi sampai batas waktu adendum kontrak II, realisasi fisik pekerjaan masih 0%. Tapi di Tahun Anggaran 2019 dimasa adendum kontrak ini keuangan proyek Awololong cair lagi sebesar 5% atau senilai Rp344.595.000,- Total: Rp 5.858.115.000,- (Rp 5.513.520.000 + Rp 344.595.000,-) / 85%.

Masa berakhir adendum kontrak II tanggal 15 Desember 2019 ini sekaligus kontraktor pelaksana PT Bahana Krida Nusantara di PHK oleh Pejabat Pembuat Komitmen (Warta Keadilan, 18 November 2019). 

Jika dilakukan PHK maka pembayaran dilakukan sesuai progres pekerjaan (berapa persen realisasi fisik pekerjaan) dikurangi uang muka 30% yang sudah diterima PT Bahana Krida Nusantara. Tapi dalam proyek ini telah dibayar 85% tapi tidak didukung progres fisik. Harusnya realisasi keuangan 85% sama dengan realisasi kemajuan fisik pekerjaan sebesar nilai realisasi keuangan 85%. Pencairan uang sebesar 85% berdasar Berita Acara Pemeriksaan fisik pekerjaan 85%, Laporan Kemajuan Pekerjaan 85%, dll. Tapi jika keuangan sudah cair 85% tapi realisasi fisik pekerjaan 0%, berarti Berita Acara Pemeriksaan fisik pekerjaan 85%, Laporan Kemajuan Pekerjaan 85%, dll di duga fiktif / bohong.

Apa dasar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) membayar kepada PT Bahana Krida Nusantara senilai 85%? Apa dasar PT Bahana Krida Nusantara membuat Berita Acara Pemeriksaan fisik pekerjaan 85% dan Laporan Kemajuan Pekerjaan 85%? Padahal kenyataan dilapangan realisasi fisik pekerjaan 0%. Tanpa Berita Acara Pemeriksaan fisik pekerjaan 85% dan Laporan Kemajuan Pekerjaan 85% dari PT Bahana Krida Nusantara, tidak ada realisasi keuangan 85% dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Dugaan Berita Acara Pemeriksaan fisik pekerjaan 85%, Laporan Kemajuan Pekerjaan 85%, dll fiktif / bohong karena realisasi keuangan tidak sesuai realisasi fisik pekerjaan maka disini letak Perbuatan Melawan Hukum yang berakibat pada kerugian negara sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. 

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan; “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah  dan paling banyak 1 miliar rupiah”.

Pasal 3 menyebutkan; “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan  diri sendiri atau  orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit  50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar”.

Kita berharap penegak hukum (Pihak Kepolisian) melakukan penyelidikan dan penyidikan akan kasus Awololong ini, jika sudah mengantongi 2 (dua) alat bukti atau bukti permulaan yang cukup, kami mohon agar menangkap dan menahan Silvester Samun, SH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata dan Abraham Yehezkibel Tsazaro selaku Kuasa Direktur PT Bahana Krida Nusantara.

Kasus proyek mangkrak Awololong di kabupaten Lembata ini mendapat perhatian serius dari masyarakat kabupaten Lembata dan Nusa Tenggara Timur umumnya, di media sosial dan media-media massa terbaca  masyarakat cukup diresahkan dengan masalah ini karena merugikan keuangan negara yang besar untuk ukuran kabupaten Lembata. 

Publik Lembata resah karena proyek mangkrak Awololong di kabupaten Lembata ini bukan proyek yang pertama kali bermasalah, tapi sebelumnya ada proyek Jembatan Wai Ma yang ambruk dll, jika tidak ditindak tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku maka korupsi di kabupaten Lembata dianggap sebagai budaya, karena “matinya” penegakan hukum untuk masalah korupsi di Lembata", tulisnya.

Pieter P. Pureklolong Koordinator Gerakan Masyarakat #AYO LAWAN#, Awololong Piter P Pureklolon saat di hubungi secara terpisah melalui tlp seluler Rabu (11/12) di Batam, Kepulauan Riau menjelaskan Kasus Awalolong maupun kasus-kasus lainnya yang diduga terjadi bukanlah karena penyalahgunaan kekuasan oleh Bupati Lembata, melainkan timbul karena "hasrat" ingin menguasai semua untuk kelompok dan dirinya. 

"Bupati di duga sebetulnya tidak tahu apa itu kekuasaan yang sebenarnya. Dia tidak mengerti bagaimana kekuasaan itu dijalankan sehingga tertawan oleh hasrat tadi yang tidak memandang bahwa kekuasaan itu diberikan oleh rakyat, bukan diraih. Makanya dia tidak bisa mengerti bahwa kekuasaan yang diberikan itu harus dikembalikan kepada yang memberi melalui pelayanan yang prima dengan mengcreate kebijakan regulasi dan kebijakan anggaran yang mesti berpihak pada rakyat menuju kesejahteraan. Dia tidak mengerti bahkan buta bahwa kekuasaan itu untuk melayani kemanusiaan. Seseorang yang ditawan oleh hasrat menguasai tidak mungkin dapat berpihak pada kemanusiaan, apalagi terhadap yang miskin dan kecil," urainya.(*red)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال