Patrolihukum.com// Tangsel, Korban pemerkosaan terhadap anak dibawah umur yang terjadi di jalan Majelis Taklim Kelurahan Buaran Kecamatan Serpong, belum mendapatkan pelayan secara maksimal dari pemerintah Tangsel. Sumarni orangtua si-korban menuturkan kepada awak media ini bahwa tim UPTD PPA Tangsel baru datang 1 kali kerumahnya menanyakan keadaan si-korban serta pendampingan psikologi si-korban. Kamis, 31/07/2025.
Sumarni menambahkan, kejadian ini sudah 2 bulan berlalu namun kami belum mendapatkan bentuk kepedulian pemerintah Tangsel kepada kami. Saat tim UPTD PPA datang kerumah kontrakan kami ini mengatakan akan datang lagi untuk tindaklanjut pemeriksaan psikologi anak saya, namun hingga saat ini belum ada yang datang, ucapnya.
Kami ini keluarga miskin pak lanjut Sumarni kepada awak media ini, tolong kami pak bagaimana nantinya kelanjutan masa depan anak saya ini. Saat ini kami juga sangat tertekan sementara kerjaan suami saya hanya kuli bangunan harian, umur anak saya sekarang sudah 8 tahun belum sekolah karena kami orang yang tidak mampu. Saya berharap bagi siapa saja yang membaca berita ini mohon bantu kami mengatasi persoalan yang melanda anak kami terutama agar dia bisa sekolah karena hampir setiap malam dia selalu menangis dan menanyakan kapan saya masuk sekolah, tutur Sumarni terlihat juga meneteskan air mata dihadapan awak media ini.
Terpisah, awak media ini mengkonfirmasi ke UPTD PPA Tangsel terkait pelayanan yang diberikan kepada korban pemerkosaan anak dibawah umur baru hanya satu kali.
Tri Purwanto mengatakan, memang pelayanan pendampingan konseling itu hanya satu kali saja, kecuali ada permintaan dari pihak kepolisian untuk dilakukan lagi pendalaman terkait psikologi si-korban, katanya.
Tri menambahkan, bahwa yang kami layanai di Tangsel ini tidak hanya satu orang pak,..ada sekitar 193 orang korban kekerasan seksual dan bullying terhadap anak dibawah umur. Oleh karena itu dengan keterbatasan tim ahli kami sehingga membagi-bagi tim tenaga kerja agar semuanya dapat diatasi, katanya.
Sumarni orangtua si-korban menambahkan, keberadaan mereka di rumah kontrakan itu sudah tidak nyaman dan seperti terkucilkan padahal mereka yang menjadi korban dari perilaku (EG) yang bermoral bejat, namun seolah-olah kejadian yang menimpa si-korban anaknya itu yang menjadi awal permasalahan dilingkungan tempat tinggal si-korban, tutupnya. (Red/Marlin)