Menjadi Panglima TNI Adalah Garis Takdir

PATROLI HUKUM.COM, Jakarta - Isu terkait akan adanya percepatan pergantian Panglima TNI saat ini sangat santer dibicarakan di sejumlah kalangan. Namun,  isu ini dinilai hanya whistle blower yang sarat kepentingan.

Demikian tulisan yang disampaikan oleh Alumni Magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia, Varhan Abdul Aziz.

"Ga ada urgensinya mengganti Panglima dalam waktu dekat! Saya percaya Presiden Jokowi juga memiliki pertimbangan yang sama. Beliau sedang menyiapkan orang terbaik untuk menjadi suksesor. Siapa? Ya kita lihat saja di akhir 2020!," katanya.

Dibawah kepemimpinan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, pasukan TNI saat ini dinilai baik-baik saja. Kemudian,  sinergisitas antar lembaga sangat matang, di mana hubungan TNI dengan Polri saat ini sangat erat,  tidak ada ribut-ribut, dan solid. Hal ini menjadikan TNI benar-benar menjadi alat negara, di mana politiknya adalah politik negara, bukan alat kekuasaan apalagi untuk kepentingan perorangan.

"Soliditas antar angkatan ga perlu diragukan, karena TNI, adalah alat negara siap pakai, tidak peduli siapa Panglimanya, siapa Presidenya siap perintah!," kata Varhan.

Menurutnya,  untuk menjadi seorang Panglima TNI,  selain harus melalui jalan yang panjang tetapi juga ada takdir dari garis Tuhan atau karena nasib. Ia pun menceritakan pengalamannya yang dua kali mendaftar Akademi Militer namun gagal.

"Dua kali sy pernah mendaftar Akmil, gagal. Sampai cuti kuliah, akhirnya lulus lama. Tapi memang bukan nasibnya. Ya tidak lolos," katanya.

"Saya ingat, salah satu Kapten di Ajendam Jaya, pernah berkata, "Kalau di Jidat Kamu ada Tulisan TNI, maka kamu akan jadi. Kalau tidak, sampai kiamatpun tidak akan terealisasi." Inspirasi itu menjadikan saya positif menatap hidup dan masa depan," sambungnya.(Marlin)

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال